“Annyeonghaseyooo..”
seruku saat memasuki rumah di siang hari yang terik ini. Ya ampuuun, ini kan
Indonesia. Kenapa aku mesti pake Bahasa Korea lagi? Kebiasaan !
Rumah
sepi. Sepertinya ayah dan ibu kembali sibuk dengan aktifitas mereka
masing-masing. Padahal kami baru pulang dari Korea beberapa hari yang lalu.
Kenalkan,
namaku Febi. Saat ini, aku sedang kuliah S1 Sastra Indonesia di salah satu
universitas swasta di kota ini. Yah, aku memang sangat mencintai Indonesia.
Apalagi dengan budayanya yang kaya akan keragaman.
Aku
dilahirkan oleh seorang ayah yang lahir dan tumbuh besar di Korea Selatan,
Seoul tepatnya. Sedangkan ibuku seorang budayawan kelahiran Indonesia yang lama
menuntut ilmu di negara yang identik dengan makanan khas kimchi tersebut. Mungkin
karena itu aku tertarik dengan budaya Indonesia sebagai tempat kelahiran ibuku,
dan lebih suka berbahasa Korea seperti ayahku.
Tiba-tiba,
hapeku berbunyi. Nada sms. Aku menatap layarnya sejenak, membaca nama si
pengirim. Kalo dari nomor yang ga dikenal, mending ga usah dibaca. Palingan sms
‘Mama minta pulsa’ atau si ‘Bandar Togel Sukses’ yang sedang marak di Indonesia
akhir-akhir ini.
Tapi
bukan. Itu dari Mona, sahabatku. Semoga aja itu bukan sms yang isinya
mengingatkanku untuk mengerjakan tugas Bahasa Korea yang mau dikumpul besok. Ga
ngerti sama yang namanya istirahat, apa?
From: Mona
Eh, lo nonton tv cepetan deh ! Naughty kiss main
lagi tuh.
Hah?
Serius? Aku pun cepat-cepat mengambil remote tv di ruang tengah dan menekan
tombol berwarna merah di sana. Dan... yah ! Kali ini cewek itu tidak
mengerjaiku. Wajah itu... Saranghae, Kim Hyun Joong oppa !!!
Aku
bahkan sudah lupa berapa kali aku berteriak histeris dan loncat-loncat
kegirangan, sampai menggigit-gigit bantal kursi saking geregetannya dengan sosok
si Baek Seung Jo ini. Apalagi kalau mengingat wajah seseorang yang sangat mirip
dengannya.
Yah,
dia. Dia persis seperti Baek Seung Jo. Pintar, punya banyak teman perempuan
yang naksir sama dia, dan sangaaaaat dingin padaku. Aku saja heran mengapa dia
tidak pernah bersikap manis padaku seperti sikapnya pada perempuan lain.
Padahal aku tidak pernah bersikap memalukan seperti Oh Hani di dekatnya. Aku
bahkan tidak pernah dekat-dekat dengannya.
Aku
akui, seperti halnya Oh Hani, aku juga menyukai Baek Seung Jo di kehidupanku.
Dia yang pintar, digilai banyak perempuan, dan misterius menurutku. Tapi
anehnya, apa ada yang salah denganku yang tidak pernah sekalipun disapanya?
Hampir
setiap hari aku mengamatinya di dalam kelasku. Dia duduk di meja di sudut kanan
depan kelas dekat dengan meja dosen, dan aku duduk di sudut kiri kelas dekat
pintu. Thanks God, dari SMA sampai kuliah semester dua ini kami selalu sekelas.
Walaupun seperti aku bilang tadi, kami tidak pernah sekalipun saling sapa.
Yang
aku tahu, namanya Muhammad Furqan. Teman-temanku memanggilnya Furqan. Dia
tinggal di daerah yang hanya beda beberapa blok dari rumahku. Tapi ya itu tadi,
kami tidak akrab sama sekali. Padahal orangtua kami saja saling kenal.
***
Beberapa hari yang lalu,
aku mengamatinya di kantin kampus. Sedang mendengar musik melalui earphone,
dengan insam cha –teh ginseng- dan tteok –kue yang terbuat dari tepung beras
yang dilapisi madu, kismis, wijen, dan lainnya- di depannya. Di kampus ini memang ada menu
khusus makanan Asia, termasuk Korea. Salah satu hal yang aku suka dari
universitas ini. Tapi aku heran. Itu adalah makanan dan minuman kesukaanku.
Kebetulan sekali...
Yang
aku pernah dengar, bila seseorang sedang jatuh cinta, semua hal yang dilakukan
oleh orang yang dicintainya pasti akan dikaitkan dengan hal-hal kesukaannya.
Mungkin itu juga yang aku alami sekarang. Karena bukan hanya makanan dan
minuman kesukaanku yang sama, aku juga sempat melirik kamus Bahasa Korea di
atas mejanya. Buat apa seorang mahasiswa Sastra Indonesia punya kamus Bahasa
Korea? Aneh, kan?
Untuk
ke sekian kalinya, aku mengamati Baek Seung Jo-ku ini dari jarak jauh. Dia
sedang tersenyum mendengar temannya yang asik bercerita. Senyumnya manis.
Menawan. Menarikku lebih dekat ke dalam lingkaran cintanya. Huh, sial ! Kenapa
aku harus menyukai orang seperti dia? Apa tidak ada lelaki Indonesia lain?
***
“Tolong
kumpulkan tugas temanmu yang lain, Ayumi..” ujar Pak Setyo, dosen Seni dan
Budaya Indonesia di kelasku. Aku pun mengangguk mengiyakan.
Saat
aku meminta Baek Seung Jo itu untuk mengumpulkan tugasnya, ia hanya diam saja.
Tidak memedulikanku sama sekali. Dan parahnya, ia cepat-cepat melengos
meninggalkan kelas. Hampir saja kulempari dengan sepatuku kalau tidak
cepat-cepat dicegah oleh Mona. Ternyata cowok dingin itu menitipkan tugasnya di
meja cewek itu.
Salahku
apa, sih? Gimana mau bikin salah kalau bicara sama dia aja aku ga pernah? Atau
dianya yang “kelainan”? Atau jangan-jangan.. Dia tau kalau aku suka sama dia?
Ani ! Aniyeo !!!
***
Aku memang mencintai Baek Seung Jo
di kehidupanku itu. Kalau ada yang menanyakan alasannya, aku sendiri tidak
tahu. Aku mencintainya dengan tulus, tanpa alasan. Tanpa alasan karena aku
sendiri takut. Apabila alasan itu hilang, rasa cintaku juga akan ikut hilang
bersamanya.
Sudah
hampir empat tahun aku memendam perasaan ini. Seorang diri. Bahkan sahabatku
sejak kecil, Mona, tidak pernah tahu. Mungkin karena aku sendiri tidak
mengharapkan apalagi menuntut apapun. Hanya sekedar menatapnya dari jauhpun
sudah sangat menenangkan bagiku.
Ga
tau cuma perasaanku atau memang kenyataannya, dia keliatan sangat tertarik
dengan Korea. Padahal dia ga punya keturunan Korea sama sekali.
Furqan
paham betul bagaimana tata cara makan ala Korea. Dia bahkan hafal sejarah dan
tradisi orang Korea. Aku mengetahui hal itu dari Mona yang juga lumayan dekat
dengannya. Tapi kalau dia emang tertarik sama Korea, kenapa dia ga kuliah di Jurusan
Sastra dan Budaya Korea aja? Isanghaji anh-a?
***
Keherananku
makin menjadi saat ku temukan motor Baek Seung Jo itu terparkir di depan rumah
Hanok –rumah tradisional Korea- milik keluargaku. Ngapain dia di sini?
Aku
pun melihatnya di teras belakang kediamanku tersebut, sedang berbincang dengan
ayah. “Appa...” suaraku. Cukup membuat mereka berdua tersentak akan kehadiranku.
Hening
menyelimuti. Ayah dan lelaki dingin bernama Furqan itu saling berpandangan
dalam waktu panjang. Aku cuma bisa membisu.
***
“Aku
tertarik dengan semua tentangmu. Tentang Korea, tentang ketertarikan kamu
dengan Indonesia, gaya bicaramu, apalagi Bahasa Korea yang sering keceplosan
dari mulutmu kalo kamu lagi emosi. Aku suka semua itu. Aku suka kamu yang apa
adanya..”
Aku
yang sedari tadi hanya diam, makin membeku. Ini adalah kalimat pertama yang aku
dengar darinya saat ia berhadapan denganku. Jadi rasa curigaku selama ini betul?
Dia yang punya kamus Bahasa Korea, yang suka makanan dan minuman Korea, yang
mengerti budaya dan tradisi Korea, ternyata gara-gara aku? AKU?
“Aku
harap kamu ga menganggapku gila karna tiba-tiba membicarakan hal ini. Aku cuma
mencoba jujur, setelah selama ini bersikap aneh di sekitarmu,”
Aneh?
Aku malah mikir kalo aku yang aneh.
“Asal
kamu tau, selama ini aku juga tertarik sama kamu. Bahkan lebih dari yang kamu
tau. Sikap misteriusmu malah menarikku untuk makin mendekat. Aku pikir kamu...”
aku tidak berani melanjutkan kata-kataku. Kepalaku langsung menunduk. Tidak berani
menatapnya.
Aku
mendengar dia tertawa kecil. Renyah. Khas cowok. Aku meliriknya sekilas. Dia makin
ganteng. Membuat jantungku... Ah, apa jantungku masih ada di tempatnya saat ini?
Aku
serasa melayang saat ku dengar dia bersuara, “Saranghae...”. Lengkap dengan
senyuman mautnya.
Yah, senyum mautnya yang
sekarang sudah jadi milikku seorang. Senyum milik lelaki paling menawan –setelah
Ayah tentunya- milik Baek Seung Jo di kehidupanku itu. Dia, Muhammad Furqan J