Kamis, 17 Mei 2012

Baek Seung Jo

            “Annyeonghaseyooo..” seruku saat memasuki rumah di siang hari yang terik ini. Ya ampuuun, ini kan Indonesia. Kenapa aku mesti pake Bahasa Korea lagi? Kebiasaan !
            Rumah sepi. Sepertinya ayah dan ibu kembali sibuk dengan aktifitas mereka masing-masing. Padahal kami baru pulang dari Korea beberapa hari yang lalu.
            Kenalkan, namaku Febi. Saat ini, aku sedang kuliah S1 Sastra Indonesia di salah satu universitas swasta di kota ini. Yah, aku memang sangat mencintai Indonesia. Apalagi dengan budayanya yang kaya akan keragaman.
            Aku dilahirkan oleh seorang ayah yang lahir dan tumbuh besar di Korea Selatan, Seoul tepatnya. Sedangkan ibuku seorang budayawan kelahiran Indonesia yang lama menuntut ilmu di negara yang identik dengan makanan khas kimchi tersebut. Mungkin karena itu aku tertarik dengan budaya Indonesia sebagai tempat kelahiran ibuku, dan lebih suka berbahasa Korea seperti ayahku.
            Tiba-tiba, hapeku berbunyi. Nada sms. Aku menatap layarnya sejenak, membaca nama si pengirim. Kalo dari nomor yang ga dikenal, mending ga usah dibaca. Palingan sms ‘Mama minta pulsa’ atau si ‘Bandar Togel Sukses’ yang sedang marak di Indonesia akhir-akhir ini.
            Tapi bukan. Itu dari Mona, sahabatku. Semoga aja itu bukan sms yang isinya mengingatkanku untuk mengerjakan tugas Bahasa Korea yang mau dikumpul besok. Ga ngerti sama yang namanya istirahat, apa?
From: Mona
Eh, lo nonton tv cepetan deh ! Naughty kiss main lagi tuh.
            Hah? Serius? Aku pun cepat-cepat mengambil remote tv di ruang tengah dan menekan tombol berwarna merah di sana. Dan... yah ! Kali ini cewek itu tidak mengerjaiku. Wajah itu... Saranghae, Kim Hyun Joong oppa !!!




            Aku bahkan sudah lupa berapa kali aku berteriak histeris dan loncat-loncat kegirangan, sampai menggigit-gigit bantal kursi saking geregetannya dengan sosok si Baek Seung Jo ini. Apalagi kalau mengingat wajah seseorang yang sangat mirip dengannya.
            Yah, dia. Dia persis seperti Baek Seung Jo. Pintar, punya banyak teman perempuan yang naksir sama dia, dan sangaaaaat dingin padaku. Aku saja heran mengapa dia tidak pernah bersikap manis padaku seperti sikapnya pada perempuan lain. Padahal aku tidak pernah bersikap memalukan seperti Oh Hani di dekatnya. Aku bahkan tidak pernah dekat-dekat dengannya.
            Aku akui, seperti halnya Oh Hani, aku juga menyukai Baek Seung Jo di kehidupanku. Dia yang pintar, digilai banyak perempuan, dan misterius menurutku. Tapi anehnya, apa ada yang salah denganku yang tidak pernah sekalipun disapanya?
            Hampir setiap hari aku mengamatinya di dalam kelasku. Dia duduk di meja di sudut kanan depan kelas dekat dengan meja dosen, dan aku duduk di sudut kiri kelas dekat pintu. Thanks God, dari SMA sampai kuliah semester dua ini kami selalu sekelas. Walaupun seperti aku bilang tadi, kami tidak pernah sekalipun saling sapa.
            Yang aku tahu, namanya Muhammad Furqan. Teman-temanku memanggilnya Furqan. Dia tinggal di daerah yang hanya beda beberapa blok dari rumahku. Tapi ya itu tadi, kami tidak akrab sama sekali. Padahal orangtua kami saja saling kenal.
***
Beberapa hari yang lalu, aku mengamatinya di kantin kampus. Sedang mendengar musik melalui earphone, dengan insam cha –teh ginseng- dan tteok –kue yang terbuat dari tepung beras yang dilapisi madu, kismis, wijen, dan lainnya-  di depannya. Di kampus ini memang ada menu khusus makanan Asia, termasuk Korea. Salah satu hal yang aku suka dari universitas ini. Tapi aku heran. Itu adalah makanan dan minuman kesukaanku. Kebetulan sekali...
            Yang aku pernah dengar, bila seseorang sedang jatuh cinta, semua hal yang dilakukan oleh orang yang dicintainya pasti akan dikaitkan dengan hal-hal kesukaannya. Mungkin itu juga yang aku alami sekarang. Karena bukan hanya makanan dan minuman kesukaanku yang sama, aku juga sempat melirik kamus Bahasa Korea di atas mejanya. Buat apa seorang mahasiswa Sastra Indonesia punya kamus Bahasa Korea? Aneh, kan?
            Untuk ke sekian kalinya, aku mengamati Baek Seung Jo-ku ini dari jarak jauh. Dia sedang tersenyum mendengar temannya yang asik bercerita. Senyumnya manis. Menawan. Menarikku lebih dekat ke dalam lingkaran cintanya. Huh, sial ! Kenapa aku harus menyukai orang seperti dia? Apa tidak ada lelaki Indonesia lain?
***
            “Tolong kumpulkan tugas temanmu yang lain, Ayumi..” ujar Pak Setyo, dosen Seni dan Budaya Indonesia di kelasku. Aku pun mengangguk mengiyakan.
            Saat aku meminta Baek Seung Jo itu untuk mengumpulkan tugasnya, ia hanya diam saja. Tidak memedulikanku sama sekali. Dan parahnya, ia cepat-cepat melengos meninggalkan kelas. Hampir saja kulempari dengan sepatuku kalau tidak cepat-cepat dicegah oleh Mona. Ternyata cowok dingin itu menitipkan tugasnya di meja cewek itu.
            Salahku apa, sih? Gimana mau bikin salah kalau bicara sama dia aja aku ga pernah? Atau dianya yang “kelainan”? Atau jangan-jangan.. Dia tau kalau aku suka sama dia? Ani ! Aniyeo !!!
***
                        Aku memang mencintai Baek Seung Jo di kehidupanku itu. Kalau ada yang menanyakan alasannya, aku sendiri tidak tahu. Aku mencintainya dengan tulus, tanpa alasan. Tanpa alasan karena aku sendiri takut. Apabila alasan itu hilang, rasa cintaku juga akan ikut hilang bersamanya.
            Sudah hampir empat tahun aku memendam perasaan ini. Seorang diri. Bahkan sahabatku sejak kecil, Mona, tidak pernah tahu. Mungkin karena aku sendiri tidak mengharapkan apalagi menuntut apapun. Hanya sekedar menatapnya dari jauhpun sudah sangat menenangkan bagiku.
            Ga tau cuma perasaanku atau memang kenyataannya, dia keliatan sangat tertarik dengan Korea. Padahal dia ga punya keturunan Korea sama sekali.
            Furqan paham betul bagaimana tata cara makan ala Korea. Dia bahkan hafal sejarah dan tradisi orang Korea. Aku mengetahui hal itu dari Mona yang juga lumayan dekat dengannya. Tapi kalau dia emang tertarik sama Korea, kenapa dia ga kuliah di Jurusan Sastra dan Budaya Korea aja? Isanghaji anh-a?
***
            Keherananku makin menjadi saat ku temukan motor Baek Seung Jo itu terparkir di depan rumah Hanok –rumah tradisional Korea- milik keluargaku. Ngapain dia di sini?
            Aku pun melihatnya di teras belakang kediamanku tersebut, sedang berbincang dengan ayah. “Appa...” suaraku. Cukup membuat mereka berdua tersentak akan kehadiranku.
            Hening menyelimuti. Ayah dan lelaki dingin bernama Furqan itu saling berpandangan dalam waktu panjang. Aku cuma bisa membisu.
***
            “Aku tertarik dengan semua tentangmu. Tentang Korea, tentang ketertarikan kamu dengan Indonesia, gaya bicaramu, apalagi Bahasa Korea yang sering keceplosan dari mulutmu kalo kamu lagi emosi. Aku suka semua itu. Aku suka kamu yang apa adanya..”
            Aku yang sedari tadi hanya diam, makin membeku. Ini adalah kalimat pertama yang aku dengar darinya saat ia berhadapan denganku. Jadi rasa curigaku selama ini betul? Dia yang punya kamus Bahasa Korea, yang suka makanan dan minuman Korea, yang mengerti budaya dan tradisi Korea, ternyata gara-gara aku? AKU?
            “Aku harap kamu ga menganggapku gila karna tiba-tiba membicarakan hal ini. Aku cuma mencoba jujur, setelah selama ini bersikap aneh di sekitarmu,”
            Aneh? Aku malah mikir kalo aku yang aneh.
            “Asal kamu tau, selama ini aku juga tertarik sama kamu. Bahkan lebih dari yang kamu tau. Sikap misteriusmu malah menarikku untuk makin mendekat. Aku pikir kamu...” aku tidak berani melanjutkan kata-kataku. Kepalaku langsung menunduk. Tidak berani menatapnya.
            Aku mendengar dia tertawa kecil. Renyah. Khas cowok. Aku meliriknya sekilas. Dia makin ganteng. Membuat jantungku... Ah, apa jantungku masih ada di tempatnya saat ini?
            Aku serasa melayang saat ku dengar dia bersuara, “Saranghae...”. Lengkap dengan senyuman mautnya.
Yah, senyum mautnya yang sekarang sudah jadi milikku seorang. Senyum milik lelaki paling menawan –setelah Ayah tentunya- milik Baek Seung Jo di kehidupanku itu. Dia, Muhammad Furqan J