Senin, 02 September 2013

Ingatan, bisakah kau dilumpuhkan?

Lumpuhkanlah ingatanku, hapuskan tentang dia
Hapuskan memoriku tentangnya
Hilangkanlah ingatanku jika itu tentang dia
Kuingin melupakannya  ♫♪

Akhir-akhir ini, banyak orang yang berkali-kali merapalkan lagu baru dari Geisha tersebut. Sembari berharap ada malaikat yang meng-aamiin-i kalimat-kalimat itu dan Allah swt. sudi mengabulkannya, mungkin.

Aku salah satu orang yang termasuk di dalamnya. Aku, yang berdoa sepenuh hati untuk melupakan sesuatu yang tak lagi harus diingat. Namun sayangnya, aku bukan tipe orang yang mudah melupakan. Sialnya lagi, batin yang mudah goyah ini selalu dengan bodohnya terus-menerus mengenang.

Seandainya melupakan semudah itu. Seandainya tak lagi mengingatmu seperti mengedipkan kedua mataku. Seandainya tak banyak kenangan yang tercipta. Seandainya tak banyak waktu yang tersita ketika aku dan kau masih menjadi kita. Seandainya waktu bisa berputar kembali. Seandainya ingatan dapat dilumpuhkan hanya dengan menyanyi.

Sampai detik ini pun, aku masih berharap ingatan ini bisa dilumpuhkan. Agar tak ada lagi air mata yang terbuang sia-sia. Jika kita mempertahankan sesuatu yang membuat kita tersakiti, tak usah menyalahkan keadaan. Karena hakikatnya, kita yang telah memilihnya, bukan? Lalu mengapa sampai sekarang masih ada perasaan tak ikhlas?

Jadi...

Pernahkah kau mencintai sedemikian rupa—kemudian disia-siakan?

Pernahkah kau telah memberikan segala yang kau punya sebisamu—lalu dicampakkan?

Pernahkah kau meyakini suatu hubungan, menumpahkan segala perasaanmu di dalamnya, mempertahankannya sekian lama, sekuat tenaga—dan akhirnya harus berhenti di tengah jalan?

Pernahkah kau menjauhi segala macam godaan atau sesuatu yang kau takuti akan menghancurkan hubungan tersebut, tapi malah dia yang melakukannya—dan kau tetap bersabar?

Pernahkah kau memiliki pasangan yang lebih mementingkan keegoisannya daripada hubungan kalian, daripada cintamu yang sudah sedemikian dalam padanya—dan kau tetap menantinya?

Pernahkah kau tetap dan akan menunggunya kembali, setia menangisi kepergiannya setiap saat—dan dia pun tetap tak menggubrismu?

Belum pernahkah? Tak usah sok-sok mengemis, bernyanyi sambil menangis meraung-raung ingin melumpuhkan ingatan, kalau begitu.