Dear
future husband...
Halo. Hai. Assalamu
alaikum.
Hmmm, maafkan aku
yang memang tidak pandai menyapa terlebih dahulu. Mungkin saat kita pertama
bertemu nanti, entah lewat keluarga, teman, atau malah mantan pacar, aku hanya
melirikmu dengan kikuk. Ya, aku bukan orang yang pandai berbasa-basi. Butuh
waktu yang lama untukku dekat dengan seseorang. Kuharap saat kita bertemu
nanti, kamu mengerti. Itu pun kalau kamu orang baru, bukan kekasihku sekarang
atau seseorang yang pernah kusapa dengan panggilan sayang dahulu.
Calon suamiku,
sekarang aku hanya ingin meminta maaf dulu. Karena saat kita bersama nanti,
kamu akan dihadapkan dengan perempuan paling egois yang akan kamu temani sampai
akhir hidup nanti. Aku senang jika kamu membiarkanku menang atas segala sesuatu.
Untuk pilihan warna dinding kamar, untuk motif gorden ruang tamu, untuk model
seprai, atau restoran mana yang akan sesekali kita datangi.
Kamu juga harus
tahu, aku bukan tipe orang yang gampang akrab dengan orang lain. Besar
kemungkinan aku akan berubah pendiam di depan keluargamu, atau suaraku
mencicit. Kuharap kalau keluarga atau teman-teman dekatmu mengeluh, kamu ada di
sana dan menjawab, “Dia memang pendiam. Tapi kalau sudah dekat, aslinya
cerewet, kok.” Pokoknya, apapun yang dikeluhkan orang-orang terdekatmu
tentangku, aku tahu kamu pasti akan membelaku kalau kamu benar-benar
mencintaiku, kan?
Aku belum bisa
memasak, by the way. Tapi nasi goreng buatanku bisa membuat siapapun menagihnya
lagi setelah sekali mencicipi (asal kamu suka asin dan pedas sekaligus). Semoga
sebelum kamu memutuskan menjadikanku istri, aku sudah bisa membuatkan makanan
kesukaanmu. Untuk yang satu itu, aku akan berusaha dengan tekun. Tenang saja.
Apa kamu tipe
pekerja keras? Walaupun aku sudah terbiasa hidup sederhana, aku ingin kehidupan
keluargaku nanti tercukupi. Aku juga akan bekerja, asal kamu mengizinkan. Bukan
karena gajimu tidak membuatku puas, bukan. Aku memang ingin bekerja dari dulu,
kok. Masalah rumah dan anak, nanti kita bicarakan lebih rinci.
Kalau kamu pulang
bekerja, aku mohon... jangan sekali-sekali membawa pekerjaan sampai rumah. Aku
ingin rumah dijadikan tempat beristirahat, dan kita bisa memiliki waktu yang
berkualitas bersama-sama. Aku juga akan mencari pekerjaan yang membuatku bisa
berada di rumah sebelum kamu berangkat kerja, dan pulang sebelum kamu sudah ada
di rumah. Nikmat mana lagi yang bisa ditolak suami kalau disambut istri
sepulang bekerja, kan?
Oh, iya. Aku suka
liburan. Setiap bulan nanti, mari kita liburan bersama-sama. Atau paling tidak,
dua bulan sekali. Kita bisa mendatangi tempat-tempat liburan di Sulawesi
Selatan. Lalu kalau ada waktu lebih banyak, kita bisa liburan keliling
Indonesia. Kalau bisa, ke luar negeri sesekali. Semoga impianku untuk keliling
dunia bisa terwujud denganmu, dan anak-anak kita nanti.
Kamu mau anak
berapa? Tunggu, aku tertawa dulu. Lucu juga ya, membicarakan hal ini dengan
orang yang bahkan aku tak tahu siapa. Ngomong-ngomong, aku mau tiga anak.
Banyak, ya? Dua juga tidak apa, asal tidak satu. Aku sudah merasakan jadi anak
tunggal soalnya, dan kesepian itu tidak enak.
Surprise! Perempuan manapun pasti senang dengan kejutan. Bolehlah,
sekali-dua kali kamu datang dengan buket bunga, atau buku, atau kue kesukaanku,
walau bukan di hari spesial. Aku selalu membayangkan; saat sibuk di dapur atau
menemani anak-anak bermain, kamu memasuki rumah diam-diam, lalu memelukku dari
belakang sambil memegang bunga. Ah, sepertinya aku terlalu banyak membaca buku
dan menonton drama Korea. Oke, lupakan saja.
Kalau
nanti aku masih suka ngambek seperti sekarang, kamu jangan memarahiku, ya.
Biasanya, aku akan menyakitimu—secara fisik—untuk meluapkan amarahku. Setelah
itu, gantian aku yang merasa bersalah dan balik membanjirimu dengan cium dan
peluk. Ya, seperti itulah aku. Apalagi di waktu-waktu PMS. Jadi, semoga kamu
bisa menjadi suami yang sabar.
Jika kita
bertengkar hebat, aku meminta dengan sangat jangan sampai kamu menceritakannya
pada orang lain. Bagaimanapun, masalah di dalam rumah kita harus diselesaikan
di sana juga. Tidak boleh ada orang lain yang ikut campur, apalagi keluarga
sendiri. Aku tidak tanggung jawab kalau mereka menginginkan kita berpisah, lalu
aku menyanggupi. Ya, aku tidak bisa berpikir jernih kalau sedang emosi. Dan
perpisahan adalah momok paling menyeramkan dalam keluarga yang kutahu, dan
tidak akan pernah ingin aku lalui.
Aku gampang
menangis di depan orang yang benar-benar aku sayang. Karena kamu suamiku, jadi
jangan heran kalau aku bisa menangis hanya karena kamu tinggal tidur duluan
atau tidak kamu telepon seharian. Kalau sudah seperti itu, kamu jangan malah
memarahiku, ya. Cukup usap kepalaku, kemudian memelukku dengan erat. Aku juga
suka dicium, kok. Tenang saja. Haha.
Kalau nanti kita
kehabisan bahan obrolan atau terlalu lelah seharian, aku malah akan senang jika
kita berbaring di atas tempat tidur dalam diam. Aku akan melekatkan kepalaku di
dadamu, dan kamu akan sesekali menciumi puncak kepalaku. Begitu saja, sampai
kita tertidur pulas.
Mungkin aku bukan
pacar yang baik (kalau kita sempat berpacaran), tapi insyaAllah aku akan
menjadi istri terbaik untukmu. Membangunkanmu untuk berangkat bekerja,
menyiapkan air hangat kalau kamu benci mandi dengan air dingin, menyiapkan
pakaian dan peralatan yang akan kamu bawa, membuatkanmu sarapan, hingga
mengantarkanmu sampai depan rumah. Juga merawatmu sepenuh hati kalau sedang
sakit. Kalau sesekali aku tidak melakukannya dengan baik, mari kita tertawakan
saja kebodohanku. Dan kuminta, jangan sekali-sekali membentakku. Karena semakin
dibentak, aku bisa saja semakin menjadi pembangkang.
Aku berharap kamu
pun bisa menjadi suami dan Bapak yang baik. Kamu bisa diandalkan untuk mendidik
anak bersama, kan? Aku tidak mau anakku nanti takut dengan sosok seorang Bapak.
Aku ingin Bapak dari anak-anakku bisa menjadi sahabat mereka sekaligus. Karena
kalau aku sudah punya anak, kamu harus siap-siap aku nomorduakan. Bagaimanapun,
kebutuhan mereka harus menjadi yang utama. Aku ingin mereka kritis dan tidak
takut untuk mengeluarkan pendapat. Kecuali kalau kamu mau anak kita nanti
mengidolakan orang lain, bukan kedua orantuanya.
Hmmm, kita bicara
apa lagi, ya?
Mungkin untuk saat
ini, begitu saja dulu. Semoga setelah membaca ini, kamu tetap ingin menjadikan
perempuan paling egois dan banyak maunya ini sebagai istri. Hihi.
Sampai jumpa
beberapa tahun lagi, calon suami.
Makassar, 15 Februari 2015, 16.23 WITA.
Ditulis dengan penuh cinta,
Calon istrimu.