Minggu, 18 November 2012

Review #BlueRomance

Selamat datang di Blue Romance, sebuah coffee shop yang buka setiap hari, dan mungkin kau lewati hari ini.

Blue Romance menyediakan kopi ternikmat dan sahabat saat kau dituntut untuk terus terjaga. Blue Romance juga punya banyak cerita. Ada kisah jatuh cinta dan patah hati, perpisahan dan pertemuan kembali. Kisah-kisah ini berbalut kafein dan aroma kopi, berderai tawa dan tangis, di sela desis coffee maker.

Seperti Latte, Affogato, Americano, dan Espresso, setiap kisah punya kopinya sendiri.

Kisah mana yang cocok dengan kopimu?


Judul Buku : Blue Romance
Penulis : Sheva Talia
Cetakan Pertama : September 2012
Penerbit : PlotPoint Publishing
Tebal : 215 halaman
Harga : Rp 38.000












Ini review buku kedua yang aku tulis. Sekaligus hadiah dari twitter juga, kuis dari @_PlotPoint dan Kak @dearsheva. Thanks a lot again :* Aku sampe gak nyangka lumayan beruntung di dunia perkuisan twitter #maklumMahasiswa

Dari sinopsis di atas, kalian pasti sudah tahu Blue Romance itu apa. Yah, sebuah coffee shop yang dilatarbelakangi oleh Klyuch Cafe, coffe shop dalam film 'My Blueberry Nights'. Jadi Kak Sheva membayangkan bagaimana toko kopi seperti itu bisa hidup dan nampak nyata di bilangan Cikini. Dan ia berhasil. Siapapun yang membaca ke-tujuh cerita pendek dalam novel ini, pasti bisa membayangkan setiap detail dari Blue Romance. Mulai dari sofa warna toska, gantungan yang memuat berbagai foto polaroid, foto Nova Scotia di Kanada, lukisan Starry Night-nya Vincent van Gogh, kereta api di dekat coffee shop, sampai lonceng yang berada di atas pintu. Semuanya benar-benar terasa 'hidup'.

Aku mendapat banyak pengetahuan setelah membaca novel ini. Berbagai macam buku bagus lengkap dengan nama penulis-penulis hebat, lagu-lagu wajib untuk didengarkan, quotes yang 'ngena', sampai berbagai macam pelajaran hidup. Yah, semuanya lengkap di sini. Blue Romance. Coffee shop dengan nama sendu namun memiliki suasana menyenangkan bagi para pengunjung.

Novel ini merupakan omnibook series, yaitu seri buku kumpulan kisah dengan satu benang merah yang ditulis oleh penulis baru berbakat. Blue Romance sendiri mengangkat tema kopi. Seperti tagline-nya, 'Setiap Kisah Punya Kopinya Sendiri'. Benar, kalian juga bisa menemukan istilah-istilah kopi di dalam sini, sekaligus cara penyajiannya.

Blue Romance berisi tujuh cerita pendek.

Oke, aku cerita sedikit, deh. Rainy Saturday, tidak salah ia menempati posisi sebagai cerpen pembuka. Menceritakan seorang perempuan yang bertemu dengan mahasiswa arsitektur di Blue Romance. Berkenalan karena sama-sama terjebak hujan, sampai akhirnya bertukar cerita panjang-lebar dan berjanji untuk bertemu lagi. Aku suka gambar pos-it yang dibuat lelaki itu. Juga quote yang berisi, "Kejutan lebih asyik kalau waktu menunggunya lebih lama." Cerpen ini juga menyisakan manis di endingnya :)

1997-2002 juga cocok untuk yang menikmati masa kecil dalam rentang waktu sesuai judul cerpen ini. Saat dimana kita masih menikmati serial 'Lupus', digimon, doraemon, dan lain-lain. Suka sama teman masa kecil? Go read this! Sesuai quote-nya, "Jadi bagaimana caranya jarak ribuan mil, perbedaan zona waktu, dan hati yang bertumbuh ke arah yang lain bisa bersatu bersama-sama?"

Cerpen selanjutnya berjudul Blue Moon. Sedang jauh dari orangtua, terlebih Ayah? Rindu padanya? Silakan baca cerpen ini dan selamat menikmati :') Qoute yang 'menyentuhku' di bagian ini adalah, "Bagaimana tubuh kita hanya satu, otak kita hanya satu, tetapi hati kita bisa terbagi di berbagai tempat."

A Farewell to A Dream menceritakan kemelut tiga sahabat yang berisi cinta segitiga. "Aku tidak tahu bagaimana caranya agar perasaan kompleks antara sedih dan ikhlas harus dilepaskan," merupakan salah satu quote di sana.

Di cerpen berjudul Happy Days, aku sempat pusing dengan ceritanya. Bagaimana bisa sepasang sahabat karib malah harus dihadapkan pada... Ah, sudahlah. Aku sampai harus tercengang dengan endingnya. Mau sedikit bocoran tentang cerita ini? Coba resapi, "Aku ingin menghapus dia dari ingatan. Aku ingin dibuat lupa."

Setelah itu, ada The Coffee and Cream Book Club. Cerpen berisi kisah seorang penjaga perpustakaan di dekat Blue Romance. Ia juga ketua klub buku, dimana semua anggotanya harus menyukai kopi dengan campuran krimer. Alasannya, ia tidak mau rasa pahit kopi terlalu terasa, ia ingin meneguk manis dari krimer dan gula. Seperti kenyataan hidup yang sangat ia hindari. Hingga Jeff muncul dan mulai membuka pikirannya lewat, "Orang yang bahagia selalu menutupi kesedihan mereka dengan wajah tersenyum. Tapi mereka tidak tahu bahwa dengan melakukan itu, mereka hanya menjatuhkan diri mereka ke dalam jurang rasa sakit."

Terakhir, ada A Tale About One Day. Ini adalah salah satu cerpen favoritku dalam Blue Romance. Kenapa? Karena tokohnya adalah keturunan Prancis. Dan sepertinya ia ganteng, persis tokoh anak perempuan yang juga sangat cantik. Masalah perceraian dibahas di sini, dalam pencarian Ayah yang sudah menghilang. Salah satu quote-nya adalah, "Jawaban apapun yang ia berikan, itu tidak akan pernah masuk logika orang-orang mengenai pilihan yang ia buat."

See? Setiap cerpen selalu punya quote keren dan pelajaran hidup untuk kita semua. Aku hanya menyebutkan satu quote dari setiap cerita. Padahal sebenarnya, hampir setiap kalimat di Blue Romance memiliki arti mendalam bagi pembacanya.

Sayangnya, ending pada beberapa kisah di novel ini dibiarkan 'menggantung'. Aku sebagai pembaca agak geregetan, ingin mengetahui akhir dari cerita mereka. Happy ending-kah? Atau malah sad? Entahlah. Mungkin Kak Sheva meminta para pembacanya berimajinasi sendiri.

Jadi? Tertarik mencoba berbagai macam kopi di Blue Romance? Aku yakin, siapapun yang berada di sana, pasti punya kisah dari kopinya masing-masing. Bahagia ataupun sedih, itu tergantung cara kita menghadapinya.

Tunggu apa lagi? Yuk cari kisahmu sendiri dengan membaca Blue Romance karya Kak Sheva ini ;)

Oh, iya. Aku suka sama pembatas bukunya. Sendok yang imut~

Penampakan pas bukunya nyampe tadi siang

Sabtu, 17 November 2012

See You Later!

Makassar, 17 November 2012

at 02.48 PM

Dear you,
Kau tahu? Susah sekali melepaskanmu pergi tanpa air mata pagi tadi. Namun nyatanya, aku berhasil. Aku tidak meneteskan setitik kristal bening pun sejak mengantarmu ke bandara, hingga saat ini. Yah, aku tidak menangis sedikitpun. Padahal kau tahu sendiri kan, aku tidak bisa menahan air mataku di depanmu dalam kondisi yang benar-benar sedih. Tapi kali ini, aku mampu membuktikannya.

Semalam, kau sudah berkali-kali mengingatkanku untuk tidur lebih cepat. Agar aku tidak kesiangan mengantarmu ke bandara. Namun memang dasarnya aku susah terlelap, aku malah tidur jam dua belas dini hari :p Sorry to let you know then.

Aku senang, kau membangunkanku pagi-pagi sekali. Menyuruhku bersiap-siap ke bandara. Mengingatkan untuk membangunkan teman-temanku yang akan mengantarmu juga. Tak berhenti mengontrolku selama dalam perjalanan. Takut aku kenapa-kenapa, katamu. Ah, kau memang berbeda. Dan aku mencintaimu apa-adanya.

Ternyata, aku tiba mendahuluimu di bandara. Duduk beberapa menit, pesan singkat dari beberapa keponakanmu meramaikan handphone milikku. Mereka menanyakan keberadaanku yang notabene sudah duduk cantik di depan bandara. Tidak lama kemudian, kau meneleponku. Berkata bahwa kau sudah di tempat yang ku instruksikan lewat sms sebagai tempatku menunggumu bersama teman-temanku. Aku langsung berdiri, mengedarkan pandanganku yang baru ku sadari tidak bisa melihat jarak jauh ini. Hasilnya, kau malah ditemukan oleh temanku -_-

Kaki-kaki kecilku melangkah mantap ke arahmu. Kau, yang pagi ini terlihat makin gagah dengan setelan kemeja putih bersih, celana kain hitam, dan sepatu keds putih. Sebuah trolly yang sudah berisi tas dan barang-barang milikmu berdiri kokoh di sebelah keluarga besarmu.

Rasanya, aku masih bermimpi. Melihatmu di sebelahku. Tertawa, mengusiliku, sambil sesekali sibuk mondar-mandir mengikuti perintah sang *calon* atasan. Ah, aku bahkan sudah membayangkan kau yang berdiri tegak di sana, dengan penuh wibawa lengkap dengan seragam penerbangan.

Sayangnya, aku harus pulang lebih dulu. Aku tidak sempat melihatmu menghilang dari pintu masuk bandara menuju ruang tunggu. Namun aku cukup bahagia karna kau tak berhenti mengirimiku pesan singkat sebagai pengganti hadirmu. Nantinya.

Sepanjang hari ini, kau terus meneleponku. Menanyakan kabar, mengeluh masalah cuaca di Jakarta yang sangat panas. Sampai masalah telingamu yang pengang sehabis naik pesawat. How come? Padahal nantinya kan kau yang akan mengendarai pesawat itu sendiri *Aamiin* O:)

Besok, kesabaran kita akan diuji. Saat dimana kau harus kehilangan alat komunikasimu karena harus konsentrasi pada test. Dan saat dimana aku harus membiasakan diri tanpa kabar darimu. Semoga kita berdua bisa melewatinya. Semoga pula kau lulus, lalu meraih kesuksesan yang sejak dulu kau impikan.

Ps: Jaga kesehatan ya!



Someone who missed you so,


Your girlfriend.



Kamis, 15 November 2012

Teruntuk yang Tersayang

Makassar, 15 November 2012
02.31 AM


Dear you,
Ini sudah hari Kamis. Tepatnya dua hari sebelum keberangkatanmu. Apa kau juga merasakan sepertiku? Takut merasa kehilangan. Berjuta-juta pertanyaan yang diawali kata "Bagaimana?" selalu menari-nari di pikiranku. Bagaimana aku bisa melewati hari-hari tanpamu? Bagaimana caraku meredam rindu saat kau di sana, sementara kau tidak bisa menggunakan alat komunikasi apapun? Bagaimana aku harus menjawab pertanyaan yang menuntut jawaban akan kehadiranmu?

Sayang,
Apa kau akan baik-baik saja di sana? Apa kau akan memegang janji kita untuk saling setia? Apa kau akan menjalani masa pendidikan dengan baik di tanah Jawa sana, lalu kembali padaku? Membayar janji yang kau tanamkan beberapa hari yang lalu, tiga tahun lagi.

Kekasihku dua tahun terakhir ini,
Terima kasih karna telah menghabiskan lebih banyak waktu di hari-hari terakhir kebersamaan kita. Terima kasih untuk cinta yang tak terhingga selama ini. Terima kasih atas semua hadiah dan kehadiranmu adalah hadiah terindah yang Allah berikan padaku, selain keluarga dan sahabatku tentunya. Terima kasih...

Lelakiku tersayang,
Maaf bila selama ini aku egois. Aku juga sudah memaafkan segala keegoisanmu. Yah, mungkin karena kita terlahir di bulan dan tahun yang sama, jadi kita memiliki sifat yang sama pula. Sama-sama mau menang sendiri. Walaupun porsinya lebih banyak padaku :p

Untukmu yang mengenalkanku cinta,
Baik-baik yah di sana. Aku mempercayaimu. Waktu dua tahun lebih sudah cukup untukku mengenalmu luar-dalam. Dan aku yakin, kau bukan tipe laki-laki yang mengumbar janji palsu untuk wanita yang kau sayangi. Itulah salah satu yang kusuka darimu. Kau sangat mencintai Ibumu, satu-satunya wanita di dalam keluarga kecilmu. Semoga kau juga mencintai istrimu kelak. Dan semoga wanita beruntung itu adalah aku :')

Teruntuk yang Tersayang,
Jaga dirimu baik-baik di sana. Aku tidak bisa sering-sering menjengukmu ke pusat pendidikan perwira penerbangan tersebut. Namun semoga aku memiliki kesempatan ke sana. Menatapmu dari dekat agar waktu tiga tahun itu tidak terlalu berasa. Dan kita bisa melepas rindu yang bertumpuk bagai tumor dalam sanubari ini.

Ps : Ingat janji kita ya :*

Yang menyayangimu,


Aku ♥


Review #RasaCinta ♥

Sebuah cangkir dan poci yang terbuat dari tanah liat kusandingkan bersama teh bubuk dan gula batu. Wangi melati perlahan menari di udara. Dalam setiap hirup kurasakan nyaman, dari tegukan demi tegukan yang melewati kerongkongan. Sedikit asam dan pahit berpadu dengan manis yang samar-samar. Kemudian, satu per satu rekaman cerita bermain dalam kepalaku. Terselip cerita lama yang harus kubuka kembali demi sebuah permintaan.

Karena rasa mampu merekam cerita, dan setiap cerita mempunyai rasa. Rasa Cinta berisi Kumpulan Kisah yang dibuat analogi rasa. Sudut pandang dan cara bercerita tujuh penulis dari latar belakang dan selera yang berbeda membuat ceritanya beragam
Mulai dari merasakan bika ambon yang serupa dengan kenangan manis masa lalu, nasi goreng khas buatan ibu yang selalu mengingatkan pada kasihnya, sampai secangkir teh poci yang mampu menggantikan hangat sebuah pelukan. Selamat mengecap rasa. ♥

Ini adalah sinopsis dari salah satu novel mengenai antalogi rasa. Tapi sebelum itu, cek dulu sedikit infonya :
Judul buku: Rasa Cinta
Penulis: Ariev Rahman, Roy Saputra, Dwika Putra, Anita Prabowo, Wandy Ghani, Dewi Subrata & Lolita Lavietha
Penerbit: Bukune
Kategori: Fiksi, Kumpulan cerpen
Terbit: September 2012
Harga: Rp 45.000
Postingan kali ini adalah review buku yang pertama saya buat. Kenapa? Karena saya berpikir, saya bukan tipe orang yang jago menulis. Tapi karena mendapat mention dari Mbak @DewiSubrata yang memberikan saran untuk membuat review 'anak'nya ini. So, here I am.

Sejujurnya, saya memperoleh buku ini dari salah satu kuis di twitter @Bukune dan penulisnya, Tante @ijotoska. Alhamdulillahnya, saya menang kuis untuk pertama kalinya di twitter #jogetjoget #mentalgratisan #maklumMahasiswa

Nungguin kiriman #RasaCinta dari Jakarta sana ke Makassar sini udah kayak nungguin pacar yang lagi LDR-an dan gak pernah ngasih kabar. Iya, lama banget. Saya yang sudah kebelet baca karena penasaran sama berbagai macam rasa di dalamnya, udah berkali-kali ngeluh ke Tante Anita sama Bukune. Sampai akhirnya, #RasaCinta pun sampai ke rumah saya.



Pas sudah sampai rumah, saya langsung membacanya. Menyelesaikannya dalam waktu sehari saja -seperti judul cerpen pembuka dalam novel ini- . Dan langsung jatuh cinta. Yah, jatuh cinta pada setiap rasa yang diselipkan dalam setiap cerita. Jatuh cinta pada cara para penulisnya menyampaikan segala macam rasa. Juga jatuh cinta pada setiap makanan yang ada dalam tiga puluh sembilan cerita pendek, baik pada bagian appetizer, main course, maupun dessert menu di sana.

Bagaimana tidak? Di awal cerita, saya sudah disuguhkan dengan cerpen berjudul 'Sehari Bersamanya' yang ditulis @arievrahman dan sukses membuat mulut saya menganga. Endingnya sungguh di luar dugaan. Walaupun awalnya saya agak pusing dengan setting dan alur yang melompat-lompat, namun endingnya benar-benar sukses membuat saya terpancing untuk terus membuka lembar demi lembar halaman #RasaCinta dan mencecap semua rasa yang ada di dalamnya hingga tandas.

Selain 'Sehari Bersamanya' milik Om Ariev di bagian appetizer, saya juga menyukai 'Lima Ratus Tujuh Puluh Tiga' karangan Tante Anita. Salah satu cerita yang paling panjang di novel ini, dan berhasil mengoyak emosi. Cinta dalam perbedaan yang penuh pengorbanan, serta air mata. Namun untungnya, berakhir bahagia. Tetep yah, tema LDR diselipkan juga di sini :p

Ada yang terjebak friendzone atau suka sama kekasih orang lain? 'Aku Sejauh Ini'-nya Tante @tlvi cocok untuk kalian. Singkat, namun sasarannya tepat. Pendek, namun mampu membuat nyesek. Efektif, namun tak berkesan naif.

'Dua Tangkup Cinta' dari @saputraroy mampu membuat saya berteriak, "APAH?" dengan volume maksimal di akhirnya. Cerita yang agak menjijikkan menurut saya. Namun setelah membaca lanjutannya di bagian dessert, saya baru tertawa menyadari kebodohan saya karena sudah gagal 'membaca' apa yang sebenarnya mau disampaikan Bang Roy ini.

Terakhir, 'Ada Jumpa dalam Sepotong Bika Ambon' milik Om Ariev sukses membuat saya galau memikirkan Ayah yang juga sudah pergi. Walaupun beda dengan kisah tersebut, namun yang kita rasakan sama. Kehilangan sosok Ayah :')

Lain lagi di bagian main course. Seperti judulnya, bagian ini menyajikan menu utama yang bertujuan memainkan suasana hati pembacanya dengan rasa yang lebih 'berat'.

Yang paling saya suka dalam main course tersebut adalah 'Silly-Silly' punya tante tembem Lolita. Kenapa? Karena cerita ini tentang perempuan yang tetap berdiri tegak di sana, bersama seorang mantan kekasih yang hobi datang dan pergi begitu saja. Menikmati kebersamaan walau sudah disakiti berkali-kali. Yah, cinta memang seperti itu. Dan saya pun pernah merasakannya :')

Lalu ada 'Mi Tarik Jarak Jauh' karangan Bang @dwikaputra yang sukses bikin galau para pelaku LDR. Ceritanya sangaaaat masuk akal. Karena memang beginilah kisah para LDR. Kalau tidak berpisah karena cemburu, pasti karena orang ketiga #kemudiangalau -_-

Nah, dari semua cerpen di dalam antologi #RasaCinta ini, yang paling jadi favorit saya itu 'Tiga Baris Terakhir' karya Tante @dewisubrata. Karena tante cubby ini bisaaa banget bikin kata-kata yang #jleb buat pembacanya. Cerita ini sukses membuat saya menangis sesenggukan dalam penerangan yang minim dan diiringi lagu mellow *pas listrik lagi padam*. Saya tidak bisa membayangkan menjadi seorang Alea yang harus ditinggalkan Bismo dalam moment yang... Ah, sudahlah. *pundak, mana pundak?*

Dessert, pencuci mulut penutup hari. 
Seperti yang saya katakan tadi, 'Dua Tangkup Cinta' dari Bang Roy adalah satu-satunya trilogi dalam novel ini. Kemelut antara Dimas, Aji, dan Yanti yang menurut saya sangat menjijikkan diulas kembali pada salah satu bagian dessert berjudul 'Salah Skenario tentang Pilihan yang Tak Pernah Salah'. Kalau kalian pintar 'membaca', judul tersebut pasti bisa membuat kalian tahu bagaimana endingnya. Dan sekali lagi, saya kembali berseru, "APAH?"

Di dalam #RasaCinta ini, @popokman selalu membuat saya tersenyum geli, bahkan tertawa terbahak-bahak. Salah satu yang saya sukai adalah yang berjudul 'Mengulang Salah'. Siapa sangka cerita tentang pembantu rumah tangga pun bisa memiliki rasa? Siapa sangka seorang ibu bisa menitikkan air mata hanya karena kehilangan pembantu? Dan... Siapa sangka seorang penulis mau memikirkan hal ringan seperti itu dan mengemasnya menjadi bacaan yang 'menyentuh'?

Yah, itulah beberapa cerpen yang saya sukai dalam #RasaCinta. Rasa yang meninggalkan 'sesuatu' pada indra perasa saya. Rasa yang tidak menguap begitu saja. Rasa yang tertinggal, dan menorehkan pelajaran berharga di hidup saya.

Dari keseluruhan rasa di dalamnya, setiap cerita memiliki keunikan sendiri sesuai karakter sang penulis. Tujuh orang penulis yang lebih cocok menjadi Boyband and Girlband tersebut akan membawa kita merasakan berbagai selera terbaik yang mereka sajikan. Kalau kalian mengira bisa menebak endingnya, kalian salah. Karena semua cerita mempunyai akhir yang tidak akan terduga sebelumnya. Siapa sangka ada kebahagiaan yang bisa diraih bila menyukai sesama jenis? Siapa sangka cinta sebenarnya bisa dirasakan seorang mahasiswa pada dosennya yang sudah 'berumur'? Siapa sangka hidup yang datar-datar saja lebih terasa daripada diwarnai seorang pasangan? Kalian tidak akan menyangkanya sebelum membaca #RasaCinta.

So, tunggu apa lagi? Jangan lupa ke toko buku dan segera beli novel ini. Jangan sampai menyesal belakangan karena ketinggalan 'Mencecap Cerita di Setiap Rasa' ;)

Minggu, 11 November 2012

Kenangan Masa Lalu

Entah sudah ke berapa kalinya kau muncul di dalam kehidupanku lagi. Namun kali ini cukup mengagetkan. Kau menghilang selama setengah tahun lebih, lalu tiba-tiba hadir kembali. Hubunganku dengannya yang kerap melewati fase 'putus-nyambung' mungkin menjadi salah satu sarana yang kau manfaatkan. Salah satu contohnya, beberapa waktu yang lalu.




Aku memang sudah sering mendengar kabar dari temanku bahwa kau sempat mengeluhkan kata 'rindu' untukku. Rindu? Setelah dua tahun lebih kita berpisah? Hm, kau memang susah ditebak.

Sudah dua lelaki yang masuk ke hidupku setelahmu. Sedangkan kau? Aku sudah lelah untuk mencari tahu kabarmu. Menurutku, kau adalah masa lalu. Kenangan. Bukan untuk diingat lagi, apalagi dirindukan. Maaf bila aku terlalu jujur. Namun bagiku, kaupun harus berlaku sama denganku. Belajar melupakan masa lalu.

Kau punya kaki untuk berjalan, kan? Apa jadinya jika kau berjalan mundur? Apa kau bisa mencapai tujuan perjalananmu? Begitupun hidup ini. Melangkahlah ke depan. Songsong masa depan. Dan kau harus selalu ingat, aku hidup di masa lalumu. Kau hidup di masa laluku. Tidak ada yang perlu kita lakukan selain tetap maju, menuju perjalanan panjang di kehidupan kita masing-masing. Bukan malah terus terkurung di masa lalu seperti yang kau lakukan ini.

Tahukah kau? Sikap tak acuhku bukan berarti aku tidak merasa bersalah pada kenyataan ini. Aku dan dia berpisah, kau mendekat, dan aku tak menolak. Namun beberapa waktu kemudian, aku kembali ke dalam pelukannya. Bagaimana denganmu? Apa kau baik-baik saja? Bukan aku tak peduli. Tapi ku pikir, kau sudah dewasa untuk menghadapi semua ini. Bukankah kau mendekatiku juga dengan segala kemungkinan yang bisa saja terjadi? Termasuk hubunganku dengannya yang terjalin lagi.

Sejak kita berdua memutuskan berpisah di akhir masa sekolahku, perasaanku padamu sudah padam. Aku sudah mencamkan baik-baik dalam pikiran dan nuraniku bahwa kau hanyalah masa lalu. Kau adalah kepingan dalam perjalanan hidupku yang menjadi pembelajaran bagiku untuk melanjutkan hidup, terutama tentang cinta. Ah, cintakah yang dulu kita jalani? Aku masih ragu.

Aku hanya ingin kau mengerti. Jika suatu saat aku berpisah dengannya dan kau mendekatiku lagi, aku hanya menganggapmu teman. Kakak, mungkin. Karena apa? Karena getaran yang dulu ku rasakan padamu sudah menghilang entah kemana. Menguap bersama kenangan yang kau tinggalkan.

Aku pernah merasakan masa-masa dimana aku diam tak bergerak. Rotasi hidupku tak berfungsi. Rotasi tersebut hanya berpusat padamu, tak mau ke arah lain. Namun kini, semuanya sudah berbeda. Kau bukan lagi inti bumi dimana segala magmaku akan tersimpan.

Kini, aku memilikinya. Dia, lelaki yang sudah dua tahun belakangan ini menempati hatiku. Dia yang menjadi alasanku menghindari banyak lelaki yang mendekatiku. Dia yang perasaannya sangat kuhargai, sebagaimana yang ia lakukan terhadapku. Aku menyukainya. Tidak, aku bahkan mencintainya.



Untuk saat ini, aku telah memilihnya mengisi hidupku. Ku harap untuk selamanya pun demikian. Ia memiliki segala yang aku impikan. Ia adalah sosok yang selama ini ku inginkan, dan Allah telah berbaik hati mempertemukanku dengannya.

Kau hanya butuh terus mencari. Terus berusaha untuk keluar dari lingkaran yang hanya berisi masa lalu. Yang jelas, itu bukan aku. Kalaupun suatu saat kita akhirnya bersama, mungkin Allah memang menghendakinya. Karena takdir Allah tidak dapat diganggu gugat.

Selasa, 06 November 2012

Indah pada Waktunya

            “Ka... Karen...” Mama menggoyang-goyangkan tubuh Karen.
            Karen tetap bergeming.
            “Karen, ini udah siang, loh! Kamu ga takut telat ke sekolah, Nak?” Mama masih berusaha membangunkan putri semata wayangnya itu dengan menepuk-nepuk pahanya.
            Karen langsung berbalik ke arah Mamanya dengan mata yang cuma terbuka setengah. “Hmmm...” gumamnya pelan sambil melirik jam weker yang bertengger di samping tempat tidurnya. Sudah jam setengah tujuh pagi.
            Tapi bukannya bangun, dia malah memeluk gulingnya. Matanya pun ikut terpejam lagi.
            “Loh, Karen.. Bangun, dong!” Mama kembali mengguncang-guncangkan tubuh mungil milik Karen. Kali ini lebih kuat.
            “Mama nih gimana, sih? Semalem kan aku udah bilang kalo anak kelas sepuluh tuh lagi ujian. Jadi aku libur..” gerutu Karen sambil membelakangi Mamanya.
            “Oh, ya udah kalo gitu. Kamu lanjutin aja tidurnya,” Mama pun bangkit dari tempat tidur dan melangkah ke luar kamar.
            Karen langsung menarik selimut dari kakinya seraya menggerutu tidak jelas. Ia memang paling benci kalo tidurnya diganggu. Apalagi pas hari libur kayak sekarang.
            Belum puas menggerutu, sekarang ia malah berguling-guling di atas tempat tidurnya. Mencari posisi yang nyaman untuk bisa melanjutkan tidur. Tapi tidak berhasil.
            Akhirnya, ia memilih meraba-raba meja di samping tempat tidurnya. Mencari hape yang dari semalam dibiarkan dalam silent mode. Setelah mendapatkan benda berwarna putih itu, ia pun menatap layarnya. Ada tulisan ‘1 new message’.
            Karen segera membacanya.
Udah tidur ya, Ren?
Rico.
Mata Karen yang tadinya sangat berat untuk terbuka, spontan melotot. WHAT? KAK RICO? Semalem Kak Rico nge-sms aku?
            Baru berniat mengetik balasannya, jempol Karen kontan berhenti. Menyadari pulsanya yang sudah tidak “mencukupi”. Akhirnya, ia pun pasrah dengan kembali meletakkan hapenya ke meja. Lalu tidur lagi.
***
            “Itu Kak Rico, kan?” seru Lani. Membuat Karen langsung menoleh. Kemudian mendapati sosok cowok yang dimaksud Lani itu di tengah-tengah beberapa anak kelas dua belas yang lain.
            “Ga usah pake ngiler gitu, kali! Hahaha...” sambung Lani sambil mengusap bibir Karen yang sebenarnya ga ada apa-apa.
            Karen sontak menatapnya. Sewot. Lalu kembali mengamati sekumpulan cowok yang lagi asik ngobrol di parkiran sekolah mereka itu.
            Rico adalah senior Karen. Dia kelas XII IPS 1. Gak cakep sih, tapi manisnya minta ampun! Keren, cool, dan rada cuek. Bikin Karen tergila-gila sama cowok itu dari setahun yang lalu, waktu dia masih kelas sepuluh.
            Pas lagi jalan ke gerbang, tiba-tiba...
            “Hai, Karen..” sapa sebuah suara tepat di sebelah cewek imut itu.
            Karen kontan menoleh. Lalu mendapati Rico di sampingnya. Sedangkan Lani sudah menghilang. Gak tau kemana dan sejak kapan.
            Karen pun memamerkan senyum manisnya.
            “Pulang sendirian aja?” tanya Rico dari atas motor hitam miliknya.
            Karen cuma mengangguk.
            “Pulang bareng aku aja, yuk! Mau, gak?” tawar Rico. Ia menyodorkan sebuah helm besar ke depan wajah Karen.
            Karen menatap helm itu sejenak. Kemudian mengalihkan pandangannya ke arah Rico. “Nggak udah, Kak. Makasih. Aku ga mau ngerepotin..”
            “Ga pa-pa, kok. Nih...” balas Rico sambil menggerak-gerakkan helm yang sedari tadi ada di genggamannya itu.
            Karen pun meraih helm tersebut.
            “Oh, iya,” cowok itu melepaskan jaket abu-abu yang melekat di tubuhnya. “Kayaknya mau hujan, deh. Kamu pake ini, ya!” lanjutnya seraya menyerahkan jaket tersebut pada Karen.
            “Loh, kok aku? Kalo ntar Kakak yang basah, gimana?” heran Karen.
            “Ga pa-pa. Udah biasa. Ayo, naik..” ujar Rico sambil menstater motornya.
            Karen cuma mengangguk. Ia memakai jaket pemberian Rico. Lalu naik ke atas motor cowok itu.
            “Udah?” tanya Rico.
            “Udah,” balas Karen.
            Rico pun melajukan motornya.
            Karen mengulum senyum di belakang. Kemudian memejamkan matanya dan menghela nafas panjang. Hmmm... Jaketnya Kak Rico wangi banget, deh! batinnya.
            Dan saat membuka mata, bukan pemandangan jalan raya yang dilihatnya. Jaket abu-abu milik Rico juga sudah tidak melekat di tubuhnya. Berganti menjadi piama berwarna pink yang dipakainya dari semalam.
            Sial, ternyata cuma mimpi, kesal Karen dalam hati.
***
            “Ngapain sih lo? Daritadi mondar-mandir mulu. Kayak setrikaan aja, deh. Pusing gue!” cerocos Rati.
            Karen menoleh dan menatap kedua temannya yang lagi asik ngobrol di teras rumah Lani. Mereka baru saja selesai belajar bareng beberapa menit yang lalu.
            “Lagi nunggu jemputan,” balas Karen singkat. Kemudian kembali celingak-celinguk di depan rumah Lani.
“Emangnya lo dijemput sama siapa, sih?” tanya Rati.
            “Ada, deh.. Ntar juga lo tau, kok,” jawab Karen. Sok misterius.
            Beberapa saat kemudian, sebuah motor hitam berhenti tepat di depan pagar rumah Lani. Di atasnya, seorang cowok berjaket merah dengan helm besar yang juga berwarna merah terlihat menoleh dan melongok ke dalam rumah Lani.
            “Itu dia!” seru Karen spontan.
            Lani dan Rati pun sontak berdiri dan berjalan mendekati Karen. Lalu makin mencondongkan kepalanya ke arah pagar rumah Lani itu.
            “Itu... Kok kayak Kak Rico, ya?” tanya Rati. Mencoba menebak.
            “Iya, gue yakin banget. Itu pasti Kak Rico, kan? Liat aja gayanya! Kak Rico banget deh pokoknya,” Lani yang menjawab. Semangat.
            Karen cuma tersenyum membalasnya. “Gue balik dulu, ya! Kasian dia kalo kelamaan nunggu. Byeee!”
            “Dadah, Karen...” sorak Rati.
            “Hati-hati di jalan, ya!” teriak Lani.
            Karen mengangguk dan melambaikan tangannya sambil berjalan menjauhi kediaman Lani. Menghampiri Rico yang sudah menunggunya di luar sana.
            Rico menyerahkan sebuah helm ke genggaman Karen saat cewek itu sudah berdiri di depannya. Karen meraihnya sambil tersenyum. Salah tingkah.
            Setelah memakai helm tersebut, Karen lalu naik ke atas motor Rico.
            “Udah?” tanya Rico.
            “Udah,” balas Karen. Kayak dejavu, deh! lanjutnya dalam hati.
            Rico kemudian melajukan motornya meninggalkan rumah Lani.
Di belakang Rico, Karen menepuk-nepuk pipinya. Duh, sakit! Ternyata ini bukan mimpi lagi. Ya ampuuun, mimpiku tadi pagi jadi kenyataan. Makasih, ya Allah... Ia lalu membekap mulutnya sendiri. Berusaha sekuat tenaga agar ia tidak berteriak histeris saking gembiranya.
Tiba-tiba, mata Karen menangkap pandangan Rico yang lagi mengamatinya dari spion kiri motor cowok tersebut. Oh, my God! Kak Rico ngapain, nih? Jangan-jangan daritadi dia ngeliatin aku, lagi! Grrr... Sial! Tadi aku ngapain aja, sih? Kayaknya aku geregetan banget, ya? Wuaaahhhhh... Malunya!!! cerocos Karen dalam hati.
“Kamu kenapa, sih? Nervous gara-gara deketan sama aku, yaaa?” goda Rico.
Karen cuma bisa buang muka. Pura-pura ga peduli. Saking saltingnya.
***
Karen melangkah memasuki kelasnya di XI IPA 1 sambil menebar senyum kemana-mana. Dari guru-guru, anak kelas sepuluh, sebelas, dua belas, satpam, sampe penjaga sekolah sudah kebagian senyum manisnya daritadi.
Baru menaruh tasnya di meja, Lani sudah langsung menduduki kursi miliknya. Membuat Karen pasrah berdiri di samping mejanya seraya mengamati Lani.
Gak lama kemudian, muncul lagi sosok Rati yang segera duduk di sebelah Lani.
“Kenapa semalem lo ga ngebales sms gue?” tanya Lani langsung.
“Iya! Gue juga!” sambung Rati.
Karen menghela nafas panjang. Udah aku duga bakal diinterogasi... “Pas nyampe di rumah, gue ngerjain PR kimia. Trus tidur, deh. Ngantuk banget soalnya,” balas cewek itu.
“Tapi kok lo tega banget sih ngebiarin kita penasaran semaleman?” gerutu Rati.
“Iya, gue nungguin sms lo sampe jam satu pagi, tau gak!” kesal Lani sambil mengacungkan jari telunjuknya ke depan wajah Karen.
“Sorry, deh..” ucap Karen akhirnya. “Minggir, dong! Gue capek berdiri, nih..” lanjutnya sembari menarik tangan Lani untuk menyingkir dari bangkunya.
Lani menurut. Ia pun berdiri dan pindah ke bangkunya sendiri yang terletak tepat di depan meja Karen. Lalu duduk menghadap ke belakang. Masih menanti cerita sahabatnya itu.
“Oke. Sekarang jawab pertanyaan gue semalem. Lo ngapain aja sama Kak Rico, hah?” tanya Lani. Mulai menginterogasi.
“Ngobrol,” jawab Karen singkat, padat, dan jelas.
“Ngobrol dimana?” Rati ikut bertanya.
“Ya di atas motor, laaah..”
“Di motor doang? Emangnya lo ga mampir kemana-mana dulu?” seru Lani.
Karen menggeleng. “Enggak,”
“Kok enggak?” Rati keliatan ga puas sama jawaban-jawaban Karen sedari tadi.
“Lo pikir gue sama Kak Rico mau kemana? Udah jam sepuluh malem, tau! Nyokap gue aja udah nelfon mulu.”
“Ih, ga romantis banget..” cibir Rati.
“Yeee, gue malah salut, tau! Itu artinya dia cowok yang baik. Karna udah malem, jadi dia langsung nganterin Cinderella-nya ini pulang ke rumah, deh. Iya, kan?” cerita Karen. Bangga.
Lani dan Rati manggut-manggut. “Iya juga, sih..”
“Trus, kalian ngobrolin apa aja?” tanya Lani lagi.
“Banyak deh pokoknya. Gue nyeritainnya pas istirahat aja, ya! Udah mau bel, tuh..” jawab Karen sambil menunjuk jam dinding di kelas mereka.
“Hmmm iya, deh..” balas Rati. Pasrah. “Eh, tapi dia udah nembak lo, belum?” lanjutnya antusias.
Karen memandangi kedua sahabatnya itu bergantian. Lalu tersenyum. “Belum..”
Dahi Lani dan Rati sontak berkerut. “BELUM?” tanya mereka. Kompak.
Karen mengangguk kuat-kuat. “Iya, belum!”
“Kok belum? Kalian kan udah deket lamaaaa banget. Kirain semalem dia mau ngejemput lo karna mau ngomongin masalah itu,” cerocos Lani.
Rati manggut-manggut menyetujui ucapan Lani barusan.
Karen kembali tersenyum. “Sabar aja, deh. Dulu juga gue mulai deket sama dia dari telfonan. Trus saling sapa di sekolah, sampe akhirnya bisa jalan bareng kayak semalem, kan? Semuanya butuh proses sih menurut gue.”
Ia berhenti sejenak. Lalu menghela nafas panjang. Kemudian tersenyum lebih lebar dari sebelumnya. Dan melanjutkan, “Semuanya juga butuh waktu. Dan gue yakin, kalo semua itu pasti bakal indah pada waktunya...”