Beberapa saat lalu
aku dibuat terpaku pada beberapa foto teman yang dengan gamblangnya memamerkan
kemesraan di dunia maya. Bukan, aku bukannya tak setuju –karena diriku sendiri
pun hobi melakukannya–. Hanya saja, ada perasaan aneh yang menyusup di hatiku.
Seingatku, dulu
mereka juga pernah memamerkan foto serupa di hampir semua media sosial tempatku
memperluas koneksi. Namun dengan orang lain, bukan kekasihnya yang sekarang
setia ia rangkul dan bertukar senyum lewat gambar saat ini. Membuatku terhenyak,
merenung sejenak. Jika kemesraan saja bisa dengan mudahnya dipindahtangankan, apa
perasaan cinta pun demikian?
Aku tak berniat
menyalahkan siapapun atas fenomena tersebut. Karena aku tahu, perasaan tak bisa
dikontrol, tak dapat ditentukan akan terpusat pada siapa. Salah satu bukti nyata,
tak lain merupakan diriku sendiri.
Beberapa bulan lalu,
hubunganku dengan seseorang yang sudah terjalin dua tahun lebih harus kandas hanya
karena hal sepele. Yah, kejadian kecil malah bisa jadi pemicu paling kuat untuk
berakhirnya sebuah hubungan :’)
Selang lima hari
setelah kami berpisah, aku dengan mudahnya menerima kehadiran sosok lain. Sosok
yang benar-benar baru dalam duniaku. Namun termasuk lama juga jika ditilik dari
perkenalan kami di masa putih abu-abu dulu. Aku yang langsung saja menjawab, “Iya...”
ketika ia memintaku berada di sisinya. Mengemban status sebagai kekasih barunya,
walau harus dijalani tanpa sepengetahuan publik –mengingat diriku yang belum
cukup seminggu berpisah dengan lelaki yang dua tahun lamanya memberiku hangat
menenangkan itu.
Dia –lelaki baru
tersebut– menawarkan banyak hal indah di awalnya. Tawaku tak pernah luntur setiap
mendengar cerita maupun komentarnya. Ia menjanjikan banyak hal yang mampu membuatku
melayang. Aku bahkan mengira kami benar-benar memiliki banyak kesamaan. Tapi apa
daya... Tak cukup seminggu, aku pun –lagi-lagi– memilih untuk menikmati
kesendirian.
Ia yang awalnya
membanjiriku perhatian dan harapan, malah yang pertama kali berhenti mengacuhkan.
Tak ada lagi pesan singkat yang mesra dan sarat gombalan menggelikan. Tak ada lagi
nada dering yang khusus ku peruntukkan untuk panggilannya di handphone milikku.
Yang muncul kemudian hanya sms di tengah malam, memberitahu bahwa sepanjang harinya
dipenuhi kesibukan. Dan aku... Aku hanya mencoba pasrah dan menerima kenyataan.
Sampai akhirnya aku kewalahan. Haus kasih sayang dan tentu saja perhatian. Sehingga
kata ‘putus’ pun menjadi akhir dari segala perjalanan.
Kini, dengan bangga
aku kembali memusatkan cintaku pada kekasih lama yang dua tahun lebih ini menemani
hariku. Entah sampai kapan. Yang jelas hingga saat ini, masih dia yang terbaik.
Dan semoga tidak ada dia-dia yang lain lagi. Aku sudah lelah.
Terakhir, semoga
mereka yang memiliki ‘dia’ yang baru tak mengalami hal sepertiku. Karena segala
sesuatu yang baru, tak selamanya lebih indah dari yang dulu :’)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar