Minggu, 11 Oktober 2015

Menjadi Dewasa 2

Menjadi dewasa mewajibkanku menjadi sempurna
Bekerja di balik meja, berpakaian rapi, bersepatu hak tinggi, wangi, putih,
mulus tanpa noda, dibalut kosmetik mahal, dengan senyum selebar
mungkin
Tak peduli dada tercekik kemeja ketat, juga kaki yang berdarah-darah
Atau debum sesuatu di dalam kepala pada akhir hari yang melelahkan

Menjadi dewasa membuatku begitu patuh memenuhi permintaan orang lain
Ketika keluarga menyuruhku menikah
Aku memaksa kekasih yang baru kukenal untuk melamar
Dan tanpa sadar, bersedia menyerahkan seluruh hidupku selanjutnya
pada seseorang yang mungkin saja belum tahu tujuan hidupnya apa

Menjadi dewasa memaksaku mendaulat kesendirian sebagai
satu-satunya teman
Setelah sekian hari dikelilingi orang-orang yang hanya ingin
didengarmengerti
Atau kertas-kertas yang lebih penting dari kesehatan punggung, mata,
bahkan jiwa
Sementara segala gelisah dan masalah meledak di kepala sendiri,
tanpa ada yang menaruh rasa prihatin, atau iba, atau setitik saja perhatian

Menjadi dewasa menuntutku untuk mengikuti norma-norma 
Mengikuti perkembangan mode, produk teknologi, atau
kendaraan model terbaru
Hanya untuk membuktikan banyaknya deretan angka nol di belakang
bilangan asli yang masuk ke rekening tiap bulannya
Seakan norma bukan lagi tentang agama, sosial, dan susila

Menjadi dewasa menyadarkanku bahwa semakin banyak usia, semakin
kita lupa makna hidup yang sebenarnya
Kalau tahu menjadi dewasa menjauhkanku dengan bahagia, aku tetap
menjadi anak kecil saja
Yang tawanya mengucur seperti Desember yang rinai
Yang tangisnya hanya terbit karena jatuh kala berlari

Menjadi dewasa, belum tentu menjadikan kita manusia.

2 komentar:

  1. Menjadi dewasa itu pilihan, menjadi tua itu pasti..

    Btw, untuk saran saja sih. Itu penulisan harap dibenarkan mbak, biar para pembaca tidak pusing :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. hai, fandhy. terima kasih sudah membaca dan meninggalkan komentar.

      penulisannya sudah diperbaiki. jangan bosan mampir, ya :)

      Hapus