Kok Gue, Sih?
Yogi
memarkirkan mobilnya di pelataran parkir SMA 1. Lalu keluar dari mobil
tersebut, diikuti Niken. Sementara di luar, Yeza berdiri sambil melipat kedua
tangannya di depan dada. Kesal.
“Kalian
berdua jahat banget, deh! Kok gak ngejemput gue, sih? Gue kan jadi naik angkot
sendiri. Mana panas banget, lagi!” sembur Yeza dengan mulut yang
dimonyong-monyongin.
“Hehe...
Sorry, ya. Kita kan mau berduaan
aja,” balas Niken dengan senyum menyebalkan.
“Ih,
kok kalian tega banget, sih? Biasanya kan kita selalu bertiga kalo
kemana-mana,” Yeza merajuk. Persis anak kecil.
“Tapi
sekarang udah beda, Yez..” kali ini Yogi yang bersuara. “Muaaahhh... Gue sama
Niken kan udah jadian. Iya kan, sayang?” sambungnya seraya mengecup mesra
kening milik Niken.
Niken
kontan melirik sinis cowok itu. Loh,
bukannya gak ada perjanjian mesti ngasih tau Yeza kalo kami udah jadian, kan?
Apalagi nyium! Sialan nih Yogi, ngambil kesempatan banget! batinnya.
Yogi
cuma tersenyum melihat Niken. Namun, “Adowww!!!” Sesaat kemudian langsung
berganti ringisan saat Niken dengan senang hati menginjak kakinya penuh amarah.
Yeza
pun hanya cengengesan melihat tingkah kedua sahabatnya tersebut. Bener-bener pasangan yang serasi,
gumamnya dalam hati.
***
“Ngapain
lo ngajak gue ke sini?” tanya Niken. Saat ini, mereka berdua sedang berada di
Kafe Seventeen.
Yang ditanya hanya
terdiam. Malah terlihat gelisah. Sedari tadi, kerjaannya cuma menoleh ke
kiri-kanan, seakan mencari sesuatu.
“Lo kenapa sih, Yez?
Kok jadi aneh kayak gini?” Niken bertanya lagi. Kali ini, dahinya sudah
berlipat-lipat saking herannya.
Tiba-tiba Niken
merasakan sebuah tangan menggenggam pundaknya. Dan saat ia menoleh, ia
menemukan seseorang berkostum tweety di belakangnya.
“Ini... Siapa?” tanya
cewek itu lagi. Pandangannya melekat pada sosok Yeza yang kerjaannya cuma diam
melulu dari tadi.
Namun belum sempat
dijawab oleh Yeza, sosok aneh berkostum tweety tersebut menyodorkan setangkai
mawar kuning, sebuah kotak terbungkus kertas kado bergambar tweety, dan sepucuk
surat yang juga beraksen kartun burung kesukaannya.
Dengan perasaan agak
ragu, Niken pun akhirnya meraih ketiga benda itu dari genggaman sang tweety
raksasa di hadapannya. Kemudian, ia mengedarkan pandangannya ke sekitar. Aneh! Kenapa hari ini banyak banget yang
jadi aneh, sih? Kesambet alien darimana, coba? Huh!
Niken membuka kotak
tersebut perlahan. Jangan-jangan... BOM!
Ah, gak mungkin! Gak mungkin! Kepalanya menggeleng mantap. Kotak di
depannya sudah berhasil ia buka. Membuatnya menemukan sebuah boneka tweety
sedang mengerlingkan mata sambil mengacungkan telunjuk dan jari tengahnya
dengan lidah yang terjulur di dalam sana.
Niken mengerutkan
dahinya. Lagi. Lalu kembali mengedarkan pandangannya ke sekeliling Kafe
Seventeen. Masih ada Yeza di sebelahnya. Sedangkan si tweety raksasa tadi, lagi
menirukan boneka tweety yang masih ada di dalam kotak di depannya. Membentuk
huruf V dengan jari tangan kanannya.
“Lo lagi neror gue,
ya?” Niken langsung menunjuk Yeza tepat di depan batang hidungnya.
“Apaan sih lo?” Yeza spontan
menepis jemari Niken. “Mana ada orang yang neror pake benda-benda yang lo suka?
Hah? Kalo lo dapet bom sih iya!”
Niken menatap meja di
depannya. Setangkai mawar kuning, sebuah kotak kado dengan boneka tweety di
dalamnya, dan... sebuah surat dengan amplop bergambar tweety. Ia pun segera
merobek amplop tersebut dan buru-buru membaca isinya.
Gue gak mau banyak ngomong
lagi
Gue cuma pengen lo tau, kalo
gue udah lama mendem perasaan ini
Perasaan yang... Yah, gue
sendiri sempat gak ngerti
Yang gue tau, gue baru nyadar
kalo gue sayang sama lo
Bukan! Bukan sayang buat
sahabat kayak yang gue pikir selama ini
Tapi lebih. Dan gue pengen
lebih dari sahabat
Lo ngerti kan, Ken?
I Love You...
With
Love,
Yogi
Niken menganga. Tidak percaya.
Yeza
terdiam dengan senyum lebar menghiasi wajahnya.
Sedangkan
sosok berkostum tweety yang masih berdiri di depannya itu kini melepaskan
kepala boneka yang melekat di kepalanya sedari tadi.
Niken
langsung shock saat melihat wajah
dari balik boneka tersebut. “YOGI?” serunya.
Yogi
tersenyum. Kemudian duduk di depan Niken yang masih kelihatan kaget. “Lo mau
nerima cinta gue kan, Ken?” tanya cowok itu sambil menggenggam jemari cewek
yang duduk di depannya.
“KOK
GUE, SIH?” seru Niken. Makin tidak mengerti. “Bukannya lo suka sama Yeza?”
lanjutnya seraya melirik Yeza yang duduk bersebelahan dengan Yogi.
Yang
dilirik malah ngakak. Mengundang perhatian hampir seisi kafe karena suara
cemprengnya. “Ternyata Yogi hebat banget, ya... Lo udah masuk perangkap dia,
lagi. Mana mungkin dia suka sama gue? Hahaha...”
Dahi
Niken makin berkerut. Kayanya besok dia bakal keriput lebih cepat. Tapi cuma di
daerah dahi gara-gara hari ini.
“Ceritain,
Yez!” perintah Yogi sembari menyenggol siku Yeza yang nangkring di samping siku
miliknya.
“Gini,
sebenernya Yogi gak pernah suka sama gue. Dia minta tolong sama lo, itu semua
bukan buat nembak gue. Tapi buat pedekate diem-diem. Yah, selama ini kan kalo
ada yang terang-terangan suka sama lo, lo pasti jadi jutek dan ngejauhin cowok
itu. Iya, kan?” jelas Yeza.
Niken
menerawang. Mencoba mengingat-ingat. “Emang gue kayak gitu, ya?”
“Yaelah, pake nanya, lagi. Udah, deh. Lupain aja. Sekarang lo jawab aja pertanyaan Yogi.
Lo mau gak pacaran sama dia?” goda Yeza sambil melirik nakal ke arah cowok yang
duduk di sebelahnya. “Eh, kayaknya gue cuma jadi obat nyamuk deh di sini. Kalo
gitu, gue cabut dulu, ya! Byeee!”
“Dari
tadi, kek. Lama amat, sih! Hus... Hus... Sana!!!” Yogi mendorong tubuh Yeza
menjauh.
Yeza
cuma pasrah. Walaupun bibirnya manyun.
“Ken,
jadi gimana, nih?” sambung Yogi seraya memperbaiki posisi duduknya.
“Apanya?”
tanya Niken polos. Mukanya memerah.
“Itu...”
Yogi memain-mainkan telunjuk kanan dan telunjuk kiri sambil menunjuk surat yang
masih digenggam Niken dengan dagunya.
Niken
ikut melirik ke arah surat yang dipegangnya. “Hm, gimana, ya?”
Keringat
sebiji jagung mengalir di pelipis kanan Yogi. Menunggu kelanjutan kalimat
Niken. Gelisah. Sekarang kakinya sendiri pun ia goyang-goyangkan. Tidak bisa
diam.
“Hu’um,
deh...” sambung Niken akhirnya. Seraya mengangguk pelan. Kepalanya menunduk.
Berusaha menyembunyikan semburat merah di pipinya.
“Serius?
Beneran?” seru Yogi. Ia berdiri dari duduknya.
Niken
mengangguk lagi.
“Jadi
sekarang kita udah resmi, nih? Kita udah pacaran, dong?”
Niken kembali mengangguk.
Yogi
kontan menarik tangan Niken sampai cewek itu berdiri. Kemudian langsung
memeluknya. Erat. Tidak memperdulikan pandangan orang-orang di sekitar mereka.
Tidak
jauh dari tempat kedua orang yang sedang beradegan mesra tersebut, Yeza berdiri
sambil menahan tawanya. Tuhkaaan, gitu
aja susah banget ngomongnya. Andai gak dicoba, gak bakal jadian tuh anak dua
sampe sekarang, gumamnya dalam hati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar