“Ka... Karen...” Mama menggoyang-goyangkan tubuh Karen.
Karen tetap bergeming.
“Karen, ini udah siang, loh! Kamu ga takut telat ke
sekolah, Nak?” Mama masih berusaha membangunkan putri semata wayangnya itu
dengan menepuk-nepuk pahanya.
Karen langsung berbalik ke arah Mamanya dengan mata yang
cuma terbuka setengah. “Hmmm...” gumamnya pelan sambil melirik jam weker yang
bertengger di samping tempat tidurnya. Sudah jam setengah tujuh pagi.
Tapi bukannya bangun, dia malah memeluk gulingnya.
Matanya pun ikut terpejam lagi.
“Loh, Karen.. Bangun, dong!” Mama kembali
mengguncang-guncangkan tubuh mungil milik Karen. Kali ini lebih kuat.
“Mama nih gimana, sih? Semalem kan aku udah bilang kalo
anak kelas sepuluh tuh lagi ujian. Jadi aku libur..” gerutu Karen sambil
membelakangi Mamanya.
“Oh, ya udah kalo gitu. Kamu lanjutin aja tidurnya,” Mama
pun bangkit dari tempat tidur dan melangkah ke luar kamar.
Karen langsung menarik selimut dari kakinya seraya
menggerutu tidak jelas. Ia memang paling benci kalo tidurnya diganggu. Apalagi
pas hari libur kayak sekarang.
Belum puas menggerutu, sekarang ia malah berguling-guling
di atas tempat tidurnya. Mencari posisi yang nyaman untuk bisa melanjutkan
tidur. Tapi tidak berhasil.
Akhirnya, ia memilih meraba-raba meja di samping tempat
tidurnya. Mencari hape yang dari semalam dibiarkan dalam silent mode. Setelah mendapatkan benda berwarna putih itu, ia pun
menatap layarnya. Ada tulisan ‘1 new
message’.
Karen segera membacanya.
Udah tidur ya, Ren?
Rico.
Mata
Karen yang tadinya sangat berat untuk terbuka, spontan melotot. WHAT? KAK RICO? Semalem Kak Rico nge-sms
aku?
Baru berniat mengetik balasannya, jempol Karen kontan
berhenti. Menyadari pulsanya yang sudah tidak “mencukupi”. Akhirnya, ia pun
pasrah dengan kembali meletakkan hapenya ke meja. Lalu tidur lagi.
***
“Itu Kak Rico, kan?” seru Lani. Membuat Karen langsung
menoleh. Kemudian mendapati sosok cowok yang dimaksud Lani itu di tengah-tengah
beberapa anak kelas dua belas yang lain.
“Ga usah pake ngiler gitu, kali! Hahaha...” sambung Lani
sambil mengusap bibir Karen yang sebenarnya ga ada apa-apa.
Karen sontak menatapnya. Sewot. Lalu kembali mengamati
sekumpulan cowok yang lagi asik ngobrol di parkiran sekolah mereka itu.
Rico adalah senior Karen. Dia kelas XII IPS 1. Gak cakep
sih, tapi manisnya minta ampun! Keren, cool,
dan rada cuek. Bikin Karen tergila-gila sama cowok itu dari setahun yang lalu,
waktu dia masih kelas sepuluh.
Pas lagi jalan ke gerbang, tiba-tiba...
“Hai, Karen..” sapa sebuah suara tepat di sebelah cewek
imut itu.
Karen kontan menoleh. Lalu mendapati Rico di sampingnya.
Sedangkan Lani sudah menghilang. Gak tau kemana dan sejak kapan.
Karen pun memamerkan senyum manisnya.
“Pulang sendirian aja?” tanya Rico dari atas motor hitam miliknya.
Karen cuma mengangguk.
“Pulang bareng aku aja, yuk! Mau, gak?” tawar Rico. Ia
menyodorkan sebuah helm besar ke depan wajah Karen.
Karen menatap helm itu sejenak. Kemudian mengalihkan
pandangannya ke arah Rico. “Nggak udah, Kak. Makasih. Aku ga mau ngerepotin..”
“Ga pa-pa, kok. Nih...” balas Rico sambil
menggerak-gerakkan helm yang sedari tadi ada di genggamannya itu.
Karen pun meraih helm tersebut.
“Oh, iya,” cowok itu melepaskan jaket abu-abu yang
melekat di tubuhnya. “Kayaknya mau hujan, deh. Kamu pake ini, ya!” lanjutnya
seraya menyerahkan jaket tersebut pada Karen.
“Loh, kok aku? Kalo ntar Kakak yang basah, gimana?” heran
Karen.
“Ga pa-pa. Udah biasa. Ayo, naik..” ujar Rico sambil
menstater motornya.
Karen cuma mengangguk. Ia memakai jaket pemberian Rico.
Lalu naik ke atas motor cowok itu.
“Udah?” tanya Rico.
“Udah,” balas Karen.
Rico pun melajukan motornya.
Karen mengulum senyum di belakang. Kemudian memejamkan
matanya dan menghela nafas panjang. Hmmm...
Jaketnya Kak Rico wangi banget, deh! batinnya.
Dan saat membuka mata, bukan pemandangan jalan raya yang
dilihatnya. Jaket abu-abu milik Rico juga sudah tidak melekat di tubuhnya.
Berganti menjadi piama berwarna pink yang dipakainya dari semalam.
Sial, ternyata cuma
mimpi, kesal Karen dalam hati.
***
“Ngapain sih lo? Daritadi mondar-mandir mulu. Kayak
setrikaan aja, deh. Pusing gue!” cerocos Rati.
Karen menoleh dan menatap kedua temannya yang lagi asik
ngobrol di teras rumah Lani. Mereka baru saja selesai belajar bareng beberapa menit
yang lalu.
“Lagi nunggu jemputan,” balas Karen singkat. Kemudian
kembali celingak-celinguk di depan rumah Lani.
“Emangnya
lo dijemput sama siapa, sih?” tanya Rati.
“Ada, deh.. Ntar juga lo tau, kok,” jawab Karen. Sok
misterius.
Beberapa saat kemudian, sebuah motor hitam berhenti tepat
di depan pagar rumah Lani. Di atasnya, seorang cowok berjaket merah dengan helm
besar yang juga berwarna merah terlihat menoleh dan melongok ke dalam rumah
Lani.
“Itu dia!” seru Karen spontan.
Lani dan Rati pun sontak berdiri dan berjalan mendekati
Karen. Lalu makin mencondongkan kepalanya ke arah pagar rumah Lani itu.
“Itu... Kok kayak Kak Rico, ya?” tanya Rati. Mencoba
menebak.
“Iya, gue yakin banget. Itu pasti Kak Rico, kan? Liat aja
gayanya! Kak Rico banget deh pokoknya,” Lani yang menjawab. Semangat.
Karen cuma tersenyum membalasnya. “Gue balik dulu, ya!
Kasian dia kalo kelamaan nunggu. Byeee!”
“Dadah, Karen...” sorak Rati.
“Hati-hati di jalan, ya!” teriak Lani.
Karen mengangguk dan melambaikan tangannya sambil
berjalan menjauhi kediaman Lani. Menghampiri Rico yang sudah menunggunya di
luar sana.
Rico menyerahkan sebuah helm ke genggaman Karen saat
cewek itu sudah berdiri di depannya. Karen meraihnya sambil tersenyum. Salah
tingkah.
Setelah memakai helm tersebut, Karen lalu naik ke atas
motor Rico.
“Udah?” tanya Rico.
“Udah,” balas Karen. Kayak
dejavu, deh! lanjutnya dalam
hati.
Rico kemudian melajukan motornya meninggalkan rumah Lani.
Di
belakang Rico, Karen menepuk-nepuk pipinya. Duh,
sakit! Ternyata ini bukan mimpi lagi. Ya ampuuun, mimpiku tadi pagi jadi
kenyataan. Makasih, ya Allah... Ia lalu membekap mulutnya sendiri. Berusaha
sekuat tenaga agar ia tidak berteriak histeris saking gembiranya.
Tiba-tiba,
mata Karen menangkap pandangan Rico yang lagi mengamatinya dari spion kiri
motor cowok tersebut. Oh, my God! Kak
Rico ngapain, nih? Jangan-jangan daritadi dia ngeliatin aku, lagi! Grrr... Sial!
Tadi aku ngapain aja, sih? Kayaknya aku geregetan banget, ya? Wuaaahhhhh...
Malunya!!! cerocos Karen dalam hati.
“Kamu
kenapa, sih? Nervous gara-gara deketan sama aku, yaaa?” goda Rico.
Karen
cuma bisa buang muka. Pura-pura ga peduli. Saking saltingnya.
***
Karen
melangkah memasuki kelasnya di XI IPA 1 sambil menebar senyum kemana-mana. Dari
guru-guru, anak kelas sepuluh, sebelas, dua belas, satpam, sampe penjaga
sekolah sudah kebagian senyum manisnya daritadi.
Baru
menaruh tasnya di meja, Lani sudah langsung menduduki kursi miliknya. Membuat
Karen pasrah berdiri di samping mejanya seraya mengamati Lani.
Gak
lama kemudian, muncul lagi sosok Rati yang segera duduk di sebelah Lani.
“Kenapa
semalem lo ga ngebales sms gue?” tanya Lani langsung.
“Iya!
Gue juga!” sambung Rati.
Karen
menghela nafas panjang. Udah aku duga
bakal diinterogasi... “Pas nyampe di rumah, gue ngerjain PR kimia. Trus
tidur, deh. Ngantuk banget soalnya,” balas cewek itu.
“Tapi
kok lo tega banget sih ngebiarin kita penasaran semaleman?” gerutu Rati.
“Iya,
gue nungguin sms lo sampe jam satu pagi, tau gak!” kesal Lani sambil
mengacungkan jari telunjuknya ke depan wajah Karen.
“Sorry,
deh..” ucap Karen akhirnya. “Minggir, dong! Gue capek berdiri, nih..” lanjutnya
sembari menarik tangan Lani untuk menyingkir dari bangkunya.
Lani
menurut. Ia pun berdiri dan pindah ke bangkunya sendiri yang terletak tepat di
depan meja Karen. Lalu duduk menghadap ke belakang. Masih menanti cerita
sahabatnya itu.
“Oke.
Sekarang jawab pertanyaan gue semalem. Lo ngapain aja sama Kak Rico, hah?”
tanya Lani. Mulai menginterogasi.
“Ngobrol,”
jawab Karen singkat, padat, dan jelas.
“Ngobrol
dimana?” Rati ikut bertanya.
“Ya
di atas motor, laaah..”
“Di
motor doang? Emangnya lo ga mampir kemana-mana dulu?” seru Lani.
Karen
menggeleng. “Enggak,”
“Kok
enggak?” Rati keliatan ga puas sama jawaban-jawaban Karen sedari tadi.
“Lo
pikir gue sama Kak Rico mau kemana? Udah jam sepuluh malem, tau! Nyokap gue aja
udah nelfon mulu.”
“Ih,
ga romantis banget..” cibir Rati.
“Yeee,
gue malah salut, tau! Itu artinya dia cowok yang baik. Karna udah malem, jadi
dia langsung nganterin Cinderella-nya ini pulang ke rumah, deh. Iya, kan?”
cerita Karen. Bangga.
Lani
dan Rati manggut-manggut. “Iya juga, sih..”
“Trus,
kalian ngobrolin apa aja?” tanya Lani lagi.
“Banyak
deh pokoknya. Gue nyeritainnya pas istirahat aja, ya! Udah mau bel, tuh..”
jawab Karen sambil menunjuk jam dinding di kelas mereka.
“Hmmm
iya, deh..” balas Rati. Pasrah. “Eh, tapi dia udah nembak lo, belum?” lanjutnya
antusias.
Karen
memandangi kedua sahabatnya itu bergantian. Lalu tersenyum. “Belum..”
Dahi
Lani dan Rati sontak berkerut. “BELUM?” tanya mereka. Kompak.
Karen
mengangguk kuat-kuat. “Iya, belum!”
“Kok
belum? Kalian kan udah deket lamaaaa banget. Kirain semalem dia mau ngejemput
lo karna mau ngomongin masalah itu,” cerocos Lani.
Rati
manggut-manggut menyetujui ucapan Lani barusan.
Karen
kembali tersenyum. “Sabar aja, deh. Dulu juga gue mulai deket sama dia dari
telfonan. Trus saling sapa di sekolah, sampe akhirnya bisa jalan bareng kayak
semalem, kan? Semuanya butuh proses sih menurut gue.”
Ia
berhenti sejenak. Lalu menghela nafas panjang. Kemudian tersenyum lebih lebar
dari sebelumnya. Dan melanjutkan, “Semuanya juga butuh waktu. Dan gue yakin,
kalo semua itu pasti bakal indah pada waktunya...”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar